Strategi Mengambil Keputusan di Saat Krisis

Oleh Ekuslie Goestiandi - Pengamat Manajemen dan Kepemimpinan
Minggu, 06 September 2020 | 08:05 WIB

Sumber: Tabloid Kontan | Editor: Hendrika

KONTAN.CO.ID - JAKARTA.  Kita tahu bahwa untuk jadi pemimpin efektif, diperlukan banyak kualitas diri yang unggul. Salah satu yang terpenting adalah kesanggupan mengambil keputusan secara tepat. Proses pengambilan keputusan ini tidak hanya terletak pada aktivitas pengambilan keputusan itu, namun juga pada pertimbangan yang mendahuluinya serta hasil akhir yang ditelurkannya.Pakar manajemen dan kepemimpnan Noel M. Tichy dan Warren G. Bennis, dalam bukunya Judgment: How Winning Leaders Make Great Calls (2007) menyebut rangkaian proses ini dengan istilah the making of judgment-calls.

Sebuah judgment dikatakan baik jika menghasilkan keputusan yang tepat, dilengkapi informasi memadai, sekaligus mendatangkan hasil seperti yang diharapkan. Dengan demikian, selain unsur analisis dan pertimbangan, judgment yang baik mensyaratkan eksekusi dan tindak lanjut yang semestinya. "Sebuah judgment yang tak dapat dieksekusi secara baik tetaplah judgment yang buruk, seberapa hebatnya pun strategi yang digunakan," tutur Tichy dan Bennis.

Sama halnya, pemimpin yang tak punya judgment baik, seberapa pun hebatnya kualitas diri lainnya, tetap bukan pemimpin yang efektif. Kata Sir Andrew Likierman, profesor di London Business School, dalam artikelnya bertajuk The Elements of Good Judgment (HBR, January-February 2020): Pemimpin yang punya ambisi, tapi tanpa judgment baik, hanya akan menghamburkan uang. Pemimpin yang punya kharisma, tapi tanpa judgment yang baik, akan memimpin ke arah yang salah. Pemimpin yang punya passion, namun tanpa judgment yang baik, akan menceburkan diri ke jalurkeliru. Pemimpin yang punya motivasi tinggi, namun tanpa judgment yang baik, hanya akan bangun pagi setiap hari untuk melakukan hal yang sia-sia. Boleh jadi keberuntungan menjadi faktor penentu kesuksesan, namun judgment yang baik akan mendekatkan kita kepada keberuntungan tersebut.

Ada tiga tahapan penting yang harus dilewati untuk sampai kepada judgment-call yang tepat, yakni: persiapan (prepare), pembuatan (make) dan eksekusi (execute).

Sekali lagi, keputusan yang baik adalah keputusan yang bisa dieksekusi dan mendatangkan hasil. Kata pakar manajemen Ram Charan dan Larry Bossidy, dalam bukunya Execution: The Discipline of Getting Things Done (2002). thinking does not matter, if nothing happens. Tiga tahapan proses judgment-call sesungguhnya hal yang normal. Namun, apa yang terjadi, jika kondisi menuntut kita bergerak cepat; sama seperti kondisi pandemik yang sarat dengan situasi krisis?

Tiga pertanyaan

CEO Starbucks, Kevin Johnson, memberi contoh menarik tentang hal ini. Suatu hari tahun 2018, seorang karyawannya di Philadelphia menelepon polisi untuk menahan dua pengunjung berkulit hitam duduk di meja, namun belum pesan minum. Tak pelak, segera pengguna media sosial menyerukan boikot.

Johnson menanggapinya dengan langsung memecat karyawan tadi dan melakukan penyelesaian dengan dua pengunjung tersebut. Ia menutup seluruh 8000 kedai kopi di Amerika sore harinya, dan memberikan pelatihan pada karyawan agar tak bersikap bias. Keputusan Johnson ini akhirnya menghindarkan Starbucks dari bencana yang lebih besar.

Bandingkan dengan tanggapan United Airlines setelah penumpangnya, David Dao, diseret ke luar dari pesawat untuk penerbangan ChicagoLouisville di tahun 2017. Oscar Munoz, CEO maskapai United, justru mengirimkan surat dukungan kepada karyawannya. Mungkin maksudnya baik, memberikan dukungan kepada jajaran organisasinya. Tapi, Munoz dikritik oleh media sebagai pemimpin yang enggak jelas dan tak punya hati.

Jika berada di dalam situasi darurat seperti ini, Liekerman menganjurkan kita untuk mengajukan tiga pertanyaan. Pertama, apakah saya orang yang cenderung bertindak secara impulsif dan seringkali menyesal setelahnya? Kedua, apakah pengalaman untuk hal yang serupa belum saya miliki secara memadai? Ketiga, apakah risiko dari perkara ini tinggi? Jika jawaban atas ketiga pertanyaan di atas adalah ya, jangan coba-coba untuk bertindak mengandalkan nyali dan kepercayaan diri. Ambil waktu untuk berpikir sejenak.

Lebih baik terlambat, tapi Anda selamat.

kontan