Bitcoin Bakal 'Dikeroyok' Bank Sentral Dunia Sebentar Lagi


Jakarta, Meroketnya harga bitcoin yang meroket gila-gilaan semakin membuatnya menjadi perhatian bank sentral di berbagai negara. Sepanjang tahun ini saja, bitcoin sempat melesat lebih dari 100%, dan mencetak rekor tertinggi sepanjang masa US$ 64.899,97/BCT pada Rabu (14/4/2021) lalu.

Jika dilihat sejak awal 2020 lalu, bitcoin sudah meroket lebih dari 700%. Tidak hanya bitcoin, mata uang kripto lainnya juga terbang lebih tinggi lagi. Tetapi bitcoin yang paling menjadi sorotan, sebab menjadi pemicu kenaikan mata uang kripto lainnya, memiliki kapitalisasi pasar terbesar, serta penerimaannya yang semakin luas, mulai dari investor institusional, hingga perusahaan-perusahaan raksasa mulai berinvestasi di bitcoin.

Seiring dengan menanjaknya popularitas bitcoin diikuti dengan kenaikan harganya, bank sentral di berbagai negara mulai memberikan peringatan. Bahkan peringatan sebenarnya sudah diberikan bertahun-tahun yang lalu, tetapi bitcoin malah semakin populer.

Ketika peringatan tidak mempan, bank sentral mengambil langkah keras. Di pekan ini Bank Sentral Turki sudah mengeluarkan larangan penggunaan seperti Bitcoin CS untuk membeli barang dan jasa. Kebijakan ini mulai berlaku pada 30 April 2021. Alasan pelarangan aset kripto karena Bank Sentral Turki menemukan risiko yang signifikan bagi pihak-pihak yang bertransaksi.

Saat aturan ini diberlakukan lembaga keuangan tidak akan bisa memfasilitasi platform yang menawarkan jual-beli aset kripto, kustodi, transfer hingga penerbitan cryptocurrency.

Sementara itu, pejabat eksekutif di World Economic Forum (WEF) memperingatkan akan serangkaian regulasi yang "dramatis" untuk mata uang kripto.

"Kita akan melihat serangkaian upaya yang dramatis untuk meregulasi mata uang kripto" kata Sheila Warren, anggota komite eksekutif yang juga kepala data, blockchain dan aset digital WEF, sebagaimana dikutip Forbes, Kamis (15/4/2021).

"Karena semakin banyak aktivitas di mata uang kripto, maka semakin banyak permintaan bagi regulator untuk terlibat di dalamnya," tambahnya.

Sebelumnya ada bank sentral Amerika Serikat (AS) atau The Fed yang sekali lagi memberikan peringatan di pekan ini. Ketua The Fed, Jerome Powell, mengatakan bitcoin CS merupakan "kendaraan spekulasi".

"Mata uang kripto merupakan kendaraan untuk spekulasi. Itu tidak secara aktif digunakan sebagai alat pembayaran," kata Powell dalam acara The Economic Club of New York, sebagaimana dilansir CNBC International, Rabu (14/4/2021).

Powell juga membandingkan bitcoin dengan emas yang dikatakan memiliki nilai, sementara mata uang kripto tidak.
"Selama ribuan tahun, manusia memberikan nilai khusus kepada emas yang tidak dimiliki mata uang kripto" tambahnya.

Bank Indonesia (BI) juga memberikan peringatan kepada masyarakat dalam menggunakan cryptocurrency. Mata uang digital ini tidak bisa dijadikan alat pembayaran resmi karena hanya rupiah yang diakui sebagai satu-satunya alat pembayaran resmi di Indonesia. Bagi investor BI juga meminta untuk berhati-hati.

"Sebagai otoritas sistem pembayaran, kita masih melarang penggunaan Cryptocurrency sebagai pembayaran. Tapi untuk investasi, bukan dengan kita (pengawasannya). Kita sudah mewanti-wanti risikonya, karena tidak ada underlying asset (aset dasar)," Kepala Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono.

Sejak kemunculannya lebih dari 1 dekade lalu, banyak yang menanggap mata uang kripto hanya penipuan semata hingga digunakan dalam kegiatan pencucian uang. Apalagi melihat pergerakannya yang memiliki volatilitas ekstrim, naik dan turun sangat tajam dalam waktu singkat.
Namun, tingkat kriminalitas di mata uang kripto menurun drastis pada tahun lalu.

Laporan dari perusahaan intelijen kripto, CipherTrace, menunjukkan kerugian dari pencurian, peretasan dan penipuan di dunia cryptocurrency di tahun 2020 turun hingga 57% di tahun 2020. Di tahun 2019, tingkat kerugian akibat kriminalitas di pasar kripto mencapai US$ 4,5 miliar, sementara di tahun 2020 sebesar US$ 1,9 miliar.

Penipuan masih menjadi tindakan kriminal terbesar di pasar kripto, disusul dengan pencurian.


"Pencurian dari peretasan di bursa kripto terus mengalami penurunan setelah investor institusional masuk dan mengadopsi langkah-langkah pengamanan yang lebih kuat," kata Dave Jevans, CEO ChiperTrace, dalam sebuah wawancara dengan Reuters akhir Januari lalu.

Sementara itu Coindesk yang mendapat data dari perusahaan analitik Coinfirm, melaporkan sepanjang tahun 2020 nilai kriminalitas di mata uang kritpo mencapai US$ 10,5 miliar.

Dari total tersebut, 67,8% merupakan kasus penggelapan dan penipuan. Sementara kejahatan di urutan kedua yakni di pasar gelap serta perdagangan narkoba sebesar 18,4%. Selain itu ada juga digunakan untuk pendanaan terorisme meski nilainya kurang dari 0,1%.