Mewujudkan Mimpi Punya SPBU Sendiri

Jumat, 07 Mei 2021 | 13:54 WIB


Reporter: RR Putri Werdiningsih | Editor: Dikky Setiawan

KONTAN.CO.ID -PT Pertamina (Persero) semakin gencar menawarkan kemitraan pompa bensin mini Pertashop untuk pengusaha di desa-desa seluruh Indonesia. Menarikkah?

JAKARTA. Bisnis stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) resmi kini tidak hanya bisa dimiliki oleh pengusaha bermodal besar. Dua tahun terakhir, mulai bermunculan berbagai tawaran kemitraan  dengan modal skala menengah. Cukup membeli lisensi, kita sudah bisa menjadi penyalur bahan bakar minyak (BBM). 

Tawaran itu pun datang dari PT Pertamina (Persero). Tak hanya menawarkan kerjasama SPBU reguler, sejak Februari 2020, perusahaan negara di bidang migas ini rupanya mulai masif memperkenalkan konsep SPBU mini Pertashop.

Peluang ini terbuka bagi mereka yang sudah memiliki badan hukum. Entah itu sebagai perseroan terbatas (PT), persekutuan komanditer (CV), koperasi, ataupun badan usaha milik desa (bumdes). 

Ada dua konsep kemitraan yang ditawarkan. Pertama, company owned dealer operated (CODO). Di sini, biaya investasi ditanggung Pertamina dan mitra hanya bertindak sebagai operator. Untuk konsep ini biayanya sekitar Rp 80 juta.
 
Kedua, dealer owner dealer operated (DODO). Yakni, mitra sebagai pemilik sekaligus operator. Konsep ini menawarkan 3 jenis paket, yaitu gold yang modal awalnya Rp 250 juta, platinum bermodal awal Rp 400 juta, dan diamond dengan modal awal Rp 500 juta.

Pramono Sulistyo, Vice President Fuel Sales Sub Holding Comercial and Trading Pertamina, bilang, konsep Pertashop jauh lebih sederhana dibanding SPBU. Mulai dari investasi, modal kerja, lahan, sistem, dan perizinannya jauh lebih sederhana. Proses pendafatarannya hanya memakan waktu kurang lebih 1 minggu.
 
Untuk bisa menjadi mitra,  setidaknya ada 4 syarat yang harus dipenuhi. Di antaranya, memiliki legalitas usaha, memiliki dokumen legalitas, memiliki atau menguasai lahan untuk Pertashop yang bisa diakses mobil tangki pertamina, dan mendapatkan rekomendasi dari kepala desa.

Tapi Pertashop tidak dirancang untuk kalangan perorangan. Minimal, yang bersangkutan harus punya legalitas usaha, agar dari sisi permodalan jauh lebih bagus dan perpajakannya lebih mudah. "Kami juga lebih mudah untuk melakukan pengawasan," ujarnya.

Pada dasarnya, Pertashop memang dibuat untuk memberdayakan ekonomi desa, sehingga target mitra yang diincar adalah masyarakat yang berada di kawasan sub-urban. Targetnya ada 1 outlet di setiap desa.

Pramono memastikan, Pertashop ini tidak akan bersaing dengan pompa bensin yang sudah ada. Justru keberadaanya untuk menjangkau daerah yang belum tersentuh akses SPBU Pertamina. 

Dari sisi layanan, produk yang dijual Pertashop juga berbeda. Mitra hanya bisa menjual Pertamax dan LPG non-subsidi 5,5 kg. "Kami ingin mengedukasi masyarakat untuk menggunakan kualitas lebih baik," terangnya.

Meski  produk BBM non-subsidi itu notabene harganya lebih mahal, tapi Pramono mengklaim bahwa saat ini produk Pertashop tetap diminati masyarakat. Pasalnya, harga BBM non-subsidi yang dijual sama dengan harga di SPBU reguler.

Kemudian, dibandingkan dengan harga bahan bakar eceran, harganya tidak jauh berbeda. Malah dengan harga yang sama konsumen sudah bisa mendapatkan Pertamax.  
 
Walaupun membidik masyarakat desa, tapi untuk persoalan permodalan, Pertamina telah menyiapkan sejumlah skema bantuan. Misalnya, diperbolehkan menggunakan dana desa atau  berkesempatan mendapatkan kredit usaha rakyat dari bank BUMN (Himbara).

Perhitungan Pertamina, mitra Pertashop akan bisa balik modal setelah 3 tahun dengan omzet minimal 400 liter per hari. Nah, bila dalam perjalanannya jika penjualan yang dihasilkan kurang memuaskan, manajemen akan melakukan pembinaan. Ada proses evaluasi untuk mencari tahu apa penyebabnya, lalu akan dibantu melakukan promosi.

Kalaupun  hasil evaluasi itu menunjukkan lokasi yang dipilih kurang bagus, Pertamina juga memberi kesempatan untuk pindah ke lokasi baru. "Namun kita akan mengkaji dulu, jangan sampai pindahnya mendekati Pertashop atau SPBU lain," timpalnya.

Sekarang sudah terdapat lebih dari 1.000 Pertashop di seluruh Indonesia. Dominasinya masih cukup banyak di Pulau Jawa; disusul Sumatra, Sulawesi, Kalimantan, dan Indonesia Timur. Sampai akhir tahun 2021 diharapkan jumlahnya bisa mencapai 10.000 outlet. 

Bisa menjadi SPBU

Meski Pertashop merupakan SPBU mini, tetapi terbuka kemungkinan untuk diperbesar menjadi SPBU reguler. Pengalaman Pertamina sendiri,  sudah banyak SPBU mini yang  sudah berubah menjadi SPBUreguler. Biasanya kalau sudah berhasil menciptakan pasar yang bagus, ada peluang untuk dinaikkan skala bisnisnya. 

Hanya, kembali lagi ini bergantung pada intuisi pengusaha itu sendiri. Kalau pemiliknya merasa mampu, bisa saja mengajukan permohonan perluasan. Jika memenuhi syarat permohonan, akan dikabulkan.   

Salah satu mitra yang sedang berusaha mengembangkan konsep seperti ini adalah  Whari Prihartono. Walaupun  memiliki tanah yang luas, akan tetapi ia  lebih memilih menjadi mitra  Pertashop lebih dulu. Kini, Whari sudah mempunyai 4 outlet Pertashop. Lokasinya, 3 gerai di Tangerang dan 1 gerai di daerah Jawa Tengah. 

Ia yakin, dengan lokasi strategis, nanti gerai Pertashop miliknya bisa dikembangkan menjadi SPBU reguler. Apalagi  secara luasan juga memungkinkan. "Kalau cuma Pertashop kecil gitu, buat apa? Tanah saya di lokasi tersebut sekitar 3.000 meter persegi," bebernya. 

Karena itulah, jenis lisensi yang dibelinya juga yang paling kecil, yaitu paket gold. Whari bilang, kalau tujuannya untuk dikembangkan menjadi SPBU, buat apa membeli yang besar dengan fasilitas lengkap? Yang penting bagaimana membangun trafik terlebih dulu sebelum akhirnya dirubah menjadi SPBU. 

Sesuai prediksinya, 4 outlet yang dibangunnya 9 bulan lalu itu kini kinerjanya cukup memuaskan. Outlet pertama dan kedua sudah mampu menjual lebih dari 1.000 liter per hari, outlet ketiga sekitar 550 l–600 l per hari dan outlet keempat 350 l–400 l per hari. 

Whari bilang, kunci keberhasilan pengembangan Pertashop terletak pada pemilihan lokasi. Bahkan, persetujuan dari manajemen Pertamina juga berdasarkan lokasi yang diajukan calon mitra.

Syaratnya, lokasinya berada di daerah pinggiran yang  jauh dengan pompa bensin. "Jual bensin itu beda sama produk lain. Kalau komoditas lain dikasih iklan bisa, kalau bensin tidak perlu, karena orang pasti butuh selama titiknya bagus," ujarnya. 

Walaupun bisa menjual LPG dan produk Pertamina lainnya, tetapi untuk saat ini Whari memilih fokus  menjual Pertamax saja. Menurutnya, meski di daerah pinggiran, tapi minat masyarakat untuk mengkonsumsi bahan bakar non-subsidi cukup tinggi. Bahkan, meraka sudah enggan untuk membeli premium ataupun pertalite. 

Sejauh ini, kendala pengembangan Pertashop terletak pada pengiriman. Pertamina masih sering telat mengirim pasokan. Ketika terlambat, mau tak mau  SPBU mini itu terpaksa tutup. Padahal, konsumen sudah mulai terbiasa membeli BBM di tempatnya. 

Biasanya sekali kirim untuk satu outlet sebanyak 2.000 liter Pertamax. Biayanya sekitar Rp 16,3 juta setiap pembelian. Ketika penjualannya sudah makin bagus, maka outlet akan makin sering memesan. "Kalau per hari 1.000 liter, bisa dua hari sekali pesannya," cetusnya. 

Perhitungan Whari, jika keempat gerai Pertashopnya bisa terus menunjukkan perkembangan positif seperti sekarang, paling tidak hanya dibutuhkan waktu 1 tahun untuk dipugar menjadi SPBU reguler. Selama mampu menjual 500 liter per hari, maka tingkat penguapan bahan bakar bisa diminimalisir dan pemilik pasti bisa menuai untung.

 kontan