Naik Turun Harga BBM, Seirama Fluktuasi Harga Minyak Dunia

 Selasa, 25 Mei 2021 | 08:02 WIB


Reporter: Filemon Agung | Editor: Yuwono triatmojo

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga minyak mentah di pasar global menguat. Senin (24/5), harga minyak West Texas Intermediate (WTI) kontrak Juli 2021 di New York Mercantile Exchange naik 0,53% ke level US$ 64,84 per barel dari posisi akhir pekan lalu.

Sejalan dengan itu, harga minyak Brent kontrak Juli 2021 di ICE Future naik 0,48% ke US$ 66,76 per barel. Kenaikan harga minyak dunia bisa mempengaruhi harga bensin di dalam negeri. Sebab, harga bahan bakar minyak (BBM) merujuk pada harga minyak internasional.

Namun yang pasti, kenaikan harga minyak mentah global telah memicu kenaikan harga BBM milik pengelola SPBU. Kenaikannya sebanyak dua kali dalam satu bulan.

Ambil contoh, harga BBM di stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) Shell pada Maret 2021, untuk jenis Shell Super (RON 92) di posisi Rp 9.560 per liter. Angka itu sudah naik Rp 435 per liter dari sebelumnya Rp 9.125 per liter.

Kemudian pada April 2021, Shell menaikkan lagi harga BBM sampai Rp 1.000 per liter menjadi Rp 10.580 per liter, dari sebelumnya harga BBM Shell Super (RON 92) Rp 9.560 per liter. Rata-rata kenaikan jenis lainnya adalah Rp 1.000 per liter.

Vice President External Relation Shell Indonesia Rhea Sianipar pernah bilang, penyesuaian harga memang dilakukan secara berkala.

"Kami melakukan penyesuaian terhadap harga BBM dari waktu ke waktu dengan memperhatikan kondisi pasar dan kinerja perusahaan," jelas dia kepada KONTAN.

Ia memastikan Shell tetap berupaya menyediakan akses bahan bakar berkualitas dan aman bagi konsumen. Demikian pula harga BBM SPBU BP dan VIVO yang juga sudah menyesuaikan harga jual karena kenaikan harga minyak mentah. Sedangkan Pertamina hingga kemarin belum menyesuaikan harga BBM non-subsidi.

Pjs. Senior Vice President Corporate Communications & Investor Relations Pertamina Fajriyah Usman menyatakan, Pertamina terus menganalisis dan evaluasi terhadap berbagai faktor yang menjadi komponen penting dalam penentuan harga BBM non-subsidi, sesuai dengan ketentuan Peraturan ESDM No. 62/2020.

"Saat ini harga BBM Pertamina merupakan yang terendah dari seluruh harga BBM yang dipasarkan di dalam negeri," kata dia kepada KONTAN, Senin (24/5).

Saat ini pengguna BBM non-subsidi khususnya Pertamax Series dan Dex Series adalah pemilik kendaraan pribadi dari kelas menengah yang tergolong mampu. "Porsi pengguna BBM jenis tersebut sekitar 12%. Selebihnya 48% pengguna Pertalite," ungkap Fajriyah.

Adapun jenis BBM penugasan (subsidi) yakni jenis Premium porsi penggunanya tinggal 9%. "Penurunan konsumsi Premium dan peningkatan penggunaan Pertalite tidak terlepas dari program edukasi dan promosi Pertamina agar masyarakat mulai menggunakan BBM yang lebih berkualitas," terang dia.

Direktur Eksekutif Reforminer Institute Komaidi Notonegoro mengatakan, harga BBM non-subsidi seharusnya menjadi domain badan usaha. "Pertamina pada tingkatan tertentu masih harus berkomunikasi atau minimal memberitahukan kepada pemerintah," jelas dia kepada KONTAN, kemarin.

Ia melanjutkan, jika pun nantinya Pertamina berencana mengevaluasi harga BBM, maka perlu dicari besaran yang ideal baik bagi perusahaan maupun daya beli konsumen.

Komaidi menyatakan, komponen pembentuk harga BBM baik subsidi maupun non-subsidi relatif sama. Komponen pembentuk harga tersebut meliputi harga minyak mentah yang dikonversi dengan nilai tukar rupiah + Pajak Pertambahan Nilai (PPN) + Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB) + biaya-biaya (distribusi dan penyimpanan) + margin badan usaha.

Dari sejumlah komponen tersebut, harga minyak mentah menjadi komponen terbesar. "Saat ini harga minyak mentah sudah mulai meningkat, semestinya akan berdampak langsung terhadap harga jual BBM," ujar Komaidi.

Pengamat BUMN dari Universitas Indonesia (UI) Toto Pranoto menilai harga BBM subsidi seperti Premium memang ditetapkan pemerintah, tetapi harga BBM non subsidi seperti Pertamax Series harus Pertamina yang menentukan.

"Pertamina harus bisa menetapkan sendiri sesuai demand dan kondisi pasar. Misal harga Pertamax kan naik-turun sesuai perkembangan harga minyak dunia. Kalau harga minyak dunia turun, harga Pertamax ya turun, kalau naik, ya naik, seimbang saja sesuai kondisi variabel yang ada," kata dia, kemarin.

Toto menilai saat ini ekonomi sudah mulai pulih dan jika dirasa cost of production meningkat karena laju harga minyak, mungkin wajar jika Pertamina menaikkan harga jual. "Tapi harus lihat daya beli masyarakat dalam proporsi yang terjangkau," kata dia.

Lantaran naik turun harga BBM non-subsidi hal lumrah, konsumen, bisa menyikapinya dengan cara lebih hemat menggunakan BBM.

Harga masih akan menanjak

Harga minyak mentah di pasar internasional diprediksi masih akan terus menanjak.

Kenaikan harga minyak tertahan ekspektasi bahwa Iran dapat menambah produksi minyak sekitar 1 juta barel per hari pada akhir musim panas. Presiden Iran Hassan Rouhani mengatakan Amerika Serikat (AS) siap mencabut sanksi sektor minyak, perbankan dan ekspor Iran.

Iran dan beberapa negara memulai pembicaraan sejak April untuk menghidupkan kembali kesepakatan 2015. Pejabat Uni Eropa yang memimpin diskusi meyakini kesepakatan akan tercapai.

Sementara perusahaan energi AS menambahkan jumlah rig yang beroperasi dalam empat pekan berturut-turut. Di sisi lain, investor tetap optimistis pada permintaan bahan bakar di musim panas karena adanya program vaksinasi di Eropa dan AS, meski kasus korona di Asia meningkat.

Barclays memperkirakan harga minyak Brent dan WTI rata-rata US$ 66 per barel dan US$ 62 per barel pada tahun ini. Bank tersebut memangkas estimasi permintaan untuk emerging markets Asia selain China karena risiko penurunan lebih lanjut jika lonjakan infeksi Covid-19 tak teratasi.

Barclays menyebut pembatasan mobilitas yang diperpanjang di kawasan Asia mungkin memperlambat pemulihan permintaan. "Tapi tidak mungkin untuk menghentikan mobilitas terus menerus, mengingat sebagian besar hasil positif dari program vaksinasi di seluruh dunia," ungkap Barclays.

Pada Senin (24/5) pukul 7.35 WIB, harga minyak WTI kontrak Juli 2021 di New York Mercantile Exchange menguat 0,53% ke US$ 63,92 per barel dari posisi akhir pekan.

Tapi dalam sepekan, harga minyak turun 3,56% dari posisi Senin pekan lalu US$ 66,28 per barel yang merupakan harga tertinggi tahun ini. Harga minyak Brent kontrak Juli 2021 di ICE Futures naik 0,48% ke US$ 66,76 per barel.

Dalam sepekan, harga minyak ini turun 3,89% dari US$ 69,46 per barel yang merupakan level tertinggi tahun ini.

kontan