Ancaman Makin Nyata, Sri Mulyani Jaga Ekonomi RI Tak Ambruk

 

Pemerintah berupaya semaksimal mungkin agar ekonomi Indonesia tidak ambruk atau collapse di tengah gejolak pasar keuangan global.

Pemerintah tidak mau mengulang kesalahan yang sama seperti beberapa tahun lalu.


Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan Yield Treasury AS tenor 10 tahun terus menanjak beberapa pekan terakhir, hingga menyentuh level tertinggi sejak Januari 2020.


Kenaikan imbal hasil Surat Berharga Negara (SBN) tersebut masih relatif stabil dibandingkan dengan negara lainnya. Rusia misalnya, imbal hasil surat utang negaranya naik hingga 25%, bahkan Filipina 48%.


"Kenaikan US Treasury dari Januari sampai Maret telah meningkat dari 0,6% menjadi 1,75%. Banyak emerging country telah menaikkan bond mereka. Rusia 25%, Filipina 48%, dan Indonesia untuk pertama kali yield 10 tahun global bond lebih rendah dari Filipina," jelas Sri Mulyani Fitch Indonesia Conference 2021 secara virtual, Rabu (24/3/2021).


"Dan ketika melihat taper tantrum (2013), Filipina tidak masuk dalam fragile five, sementara Indonesia ada di situ (negara yang masuk dalam fragile five). Kita harus bisa membaca masalah apa yang mendasar yang menempatkan kita pada persepsi vitalitas atau kerentanan," ujarnya lagi.


Lebih lanjut Sri Mulyani mengatakan kenaikan US Treasury yield tersebut mendorong obligasi pemerintah untuk tenor 10 tahun naik menjadi 11%. Kendati kepemilikan asing dalam obligasi pemerintah saat ini lebih rendah dibandingkan saat taper tantrum 2013.


"Kepemilikan asing di obligasi pemerintah sudah turun. Pada saat taper tantrum (kepemilikan asing di obligasi) mencapai 38%. Sekarang sudah di bawah 30%, dan saat ini terus meningkatkan kepemilikan bond dari domestik, baik ritel dan institusi," jelas Sri Mulyani.


Risiko yang juga dicermati Sri Mulyani adalah neraca pembayaran Indonesia dan risiko eksternal yang akan terus dijaga, serta melanjutkan kebijakan subsidi dari pemerintah. Pemerintah, lanjut Sri Mulyani akan terus meningkatkan fundamental ekonomi domestik.


"Kita masih terdampak spillover (limpahan) kebijakan yang terjadi di AS atau pun China, tapi kita akan terus meningkatkan fundamental. Sehingga spillover terjadi tidak akan merusak atau membuat ekonomi kita collapse. [...] Ini situasi yang kita coba tangani, artinya secara fundamental kita kuat dan berbeda dengan situasi 2013," kata Sri Mulyani menegaskan.


Dihimpun dari : cnbci