Menuju Sehat wal Afiat Ekonomi AS, Wall Street Bangkit

Foto: Bendera Amerika tergantung di luar Bursa Efek New York di New York (AP/Frank Franklin II)

Jakarta, Bursa saham Amerika Serikat(AS), Wall Street, naik pada perdagangan Senin (21/62021). Ini menyusul beberapa komentar bank sentral AS (The Federal Reserve/The Fed) yang disambut baik oleh pasar.

Mengutip CNBC International, Dow Jones Industrial Average melonjak 586,89 poin atau hampir 1,8%, menjadi 33.876,97. Sementara S&P 500 naik 1,4% menjadi 4.224,79.

Kenaikan dipimpin oleh saham-saham komoditas. Devon Energy naik hampir 7%, sementara Occidental Petroleum naik sekitar 5,4%. Tak hanya itu saham-saham emiten yang terkait dengan perjalanan. Termasuk Norwegian Cruise Line dan Boeing keduanya naik lebih dari 3%.

Indeks yang berisi perusahaan teknologi Nasdaq Composite mencatat kenaikan tipis 0,8% menjadi 14.141,48. Ini akibat beberapa emiten teknologi utama- termasuk Amazon, Tesla, Nvidia dan Netflix- mencatat kerugian.

"Ekonomi sedang bagus dan masih banyak stimulus. Ini tentu bagus untuk harga saham. Harga akan terus naik, terutama saat kita melihat konsumen terus berbelanja, terutama di sektor jasa," kata Max Gokhman, Head of Asset Allocation di Pacific Life Fund Advisors yang berbasis di California (AS), seperti dikutip dari Reuters.

Isu pengetatan kebijakan moneter atau tapering off The Fed pun sedikit mereda. Ini terbantu oleh pernyataan dari Presiden The Fed Minneapolis, Neel Kashkari.

"Mayoritas warga AS ingin pekerjaan, saya belum siap untuk meninggalkan mereka. Saya ingin memberi kesempatan bagi mereka untuk mendapatkan pekerjaan.

Selama laju inflasi masih terjangkar, marilah bersabar sampai benar-benar tercipta pembukaan lapangan kerja yang maksimal (maximum employment)," papar Kashkari di media yang sama.

Pasar tenaga kerja AS memang belum pulih sepenuhnya. Pada 12 Juni, jumlah klaim tunjangan pengangguran naik 37.000 menjadi 412.000.

Pekan lalu, The Fed menggelar rapat bulanan dengan hasil suku bunga acuan tetap bertahan di 0-0,25%. Pembelian surat berharga (quantitative easing) juga masih tetap US$ 120 miliar per bulan.

Namun aura tapering begitu terasa karena nada (tone) The Fed yang lebih hawkish yang terlihat di dotplot arah suku bunga acuan. Dalam outlook Maret, ada empat anggota Komite Pembuat Kebijakan The Fed (Federal Open Market Committee/FOMC) yang menilai suku bunga acuan sudah bisa naik pada 2022. Kemudian tujuh anggota lain berpendapat Federal Funds Rate baru bisa naik pada 2023.

Dalam proyeksi Juni, komposisi ini berubah. Kini ada tujuh anggota FOMC yang menilai suku bunga sudah bisa naik tahun depan dan 13 anggota berpendapat kenaikan Federal Funds Rate terjadi pada 2023.
Kashkari termasuk golongan minoritas anggota FOMC yang masih mempertahankan sikap dovish.

Menurutnya, suku bunga acuan tidak perlu naik sampai akhir 2023. Suku bunga rendah akan merangsang dunia usaha untuk berekspansi sehingga menciptakan lapangan kerja bagi rakyat AS yang masih menganggur akibat dampak pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19).

"Saya rasa Bapak Ketua (Jerome 'Jay' Powell) sudah menyampaikan dengan jelas. Kami sedang menjalani tahap diskusi dan melihat data untuk membuat penyesuaian kebijakan yang hati-hati," kata Kashkari.

Pandangan Kashkari tersebut meredakan isu tapering yang pekan lalu sangat kuat. Ini membantu meningkatkan minat investor terhadap aset-aset berisiko.