Sekuat Apa RI Hadapi Bencana Taper Tantrum Tahun Depan?

Perekonomian Indonesia diperkirakan akan mendapatkan ancaman nyata tahun depan. Bukan cuma karena pandemi Covid-19, melainkan fenomena taper tantrum.
Istilah taper tantrum bermula saat bank sentral Amerika Serikat (The Federal Reserve/The Fed) menebar ancang-ancang untuk menaikkan Fed Funds Rate, namun tidak pernah terjadi. Situasi ini membuat pasar keuangan dunia tidak pasti.
Jika menelisik ke belakang, fenomena taper tantrum pernah membuat perekonomian Indonesia terkatung-katung pada periode 2013-2015. Nilai tukar rupiah anjlok. perekonomian juga tumbuh melambat.
Ancaman taper tantrum kembali mengemuka setelah adanya rencana pengetatan kebijakan bank sentral AS. Bukan tidak mungkin, kenaikan bunga acuan AS bisa terjadi lebih cepat dari perkiraan semula.
Kalangan ekonom yang berbincang dengan CNBC Indonesia memandang, kondisi Indonesia saat ini sudah jauh lebih siap apabila taper tantrum terjadi pada tahun depan. Jika fenomena ini nyata, dampaknya pun tidak akan separah 2013.
"Saya pikir dampaknya tidak akan sedahsyat 2013," kata Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede, Kamis (3/6/2021).
Josua memandang, berbagai indikator perekonomian masih menunjukkan ketahanan yang kuat dari sentimen eksternal. Misalnya dari posisi cadangan devisa yang masih tinggi, hingga defisit transaksi berjalan (Current Account Deficit/CAD) yang rendah.
"Risiko lainnya dari risiko utang terhadap PDB. Memang tahun ini diperkirakan bisa lewat dari 40%. Tapi itu pun masih relatif rendah dibandingkan posisi rasio utang PDB negara lain," jelasnya.
"Dalam hal kesiapan, saya pikir dibandingkan 2013 kondisi saat ini cenderung masih cukup baik. Artinya ketahanan fiskal kita cukup baik. Kalau kita lihat secara fundamental, mestinya kita bisa bertahan seandainya Fed mempercepat normalisasi,"
Saat taper tantrum terjadi pada 2013, pasar keuangan domestik memang sempat jatuh lantaran para investor berbondong-bondong melepas sejumlah aset keuangan yang mereka miliki di Indonesia.
Namun, Josua yakin apabila taper tantrum kembali terulang, hal tersebut tidak akan berpengaruh secara signifikan. Pasalnya, porsi kepemilikan asing terhadap surat utang pemerintah sudah jauh lebih berkurang.
"Sekarang 22%. Di akhir 2013 porsi kepemilikan asing terhadap surat utang itu 32%. Kita lihat kepemilikan asing terhadap SBN kita relatif rendah. Kalaupun ada shock, enggak sedrastis waktu itu karena investor domestik masih cukup solid," jelasnya.
Hal senada turut dikemukakan Ekonom Maybank Myrdal Gunarto. Menurutnya, dampak taper tantrum tahun depan masih dapat dimitigasi, lantaran situasi perekonomian domestik yang sebenarnya relatif terkendali.
"Kondisi likuiditas jauh lebih banyak. Kondisi real sector pelan-pelan udah jalan. Kasus Covid-19 di sini juga lebih baik dari negara tetangga. Ini momentum bagus buat tarik FDI dan bukannya hot money," jelasnya.