Jerome Powell 2 Periode Pimpin The Fed, Awas Rupiah Terpuruk!


Jakarta, Rupiah melemah tipis 0,07% melawan dolar Amerika Serikat (AS) ke Rp 14.245/US$ awal pekan kemarin. Wacana kenaikan suku bunga lebih cepat membuat rupiah tertekan. Tekanan bagi rupiah akan semakin besar pada perdagangan hari ini, Selasa (23/11) sebab Presiden AS, Joe Biden, memilih Jerome Powell untuk melanjutkan periode kepemimpinannya di The Fed (bank sentral AS). 

Sebelumnya muncul wacana Powell akan diganti, sebab ada beberapa elit Partai Demokrat yang tidak setuju dengan Powell. Wacana tersebut semakin menguat setelah Biden mewawancarai Powell dan calon lainnya Lael Brainard. 

Brainard saat ini menjabat Dewan Gubernur The Fed, dan dianggap lebih dovish ketimbang Powell. Seandainya ia yang dipilih, maka pasar melihat suku bunga rendah akan ditahan lebih lama. Tetapi dengan Powell kini melanjutkan periode kedua kepemimpinannya proyeksi kenaikan suku bunga di semester II-2022 masih berada pada jalurnya, bahkan bisa lebih cepat lagi. Hal tersebut terlihat dari melesatnya yield obligasi AS (Treasury) tenor 10 tahun sebesar 8,43 basis poin ke 1,6322%, yang memicu kenaikan indeks dolar AS sebesar 0,5% ke 96,5 yang merupakan level tertinggi sejak Juli 2020.


Spekulasi kenaikan suku bunga lebih awal muncul setelah pada Jumat pekan lalu, Dewan Gubernur The Fed, Christopher Waller menyerukan akan The Fed melipat gandakan tapering atau pengurangan nilai program pembelian aset (quantitative easing/QE) sehingga bisa berakhir di bulan April tahun depan dan bisa menaikkan suku bunga di kuartal II-2022.

"Pemulihan pasar tenaga kerja yang cepat serta tingginya inflasi mendorong saya untuk melakukan tapering lebih cepat dan tidak lagi menerapkan kebijakan akomodatif di 2022," kata Waller sebagaimana diwartakan Reuters, Jumat (22/11).

Waller juga mengatakan seandaianya terjadi gejolak di pasar finansial akibat The Fed mempercepat tapering, maka efeknya hanya sementara saja.

"Semua gejolak yang terjadi hanya sementara dan lama-kelamaan akan mereda. Secara logika The Fed tidak akan merespon gejolak yang terjadi, tetapi terkadang melakukannya. Kebijakan moneter The Fed yang tepat digunakan untuk merespon inflasi," tambahnya.
Selain Waller, wakil ketua The Fed, Richard Clarida juga melontarkan pernyataan yang sama.

"Saya akan melihat data-data yang kami dapatkan mulai saat ini hingga rapat kebijakan moneter di bulan Desember, dan kemungkinan menjadi waktu yang tepat untuk mempercepat laju tapering," kata Clarida saat berbicara di San Francisco Fed's 2021 Asia Economic Policy Conference, Sabtu (20/11).

Secara teknikal, belum ada level-level yang harus diperhatikan. Rupiah masih dalam tekanan sebab berada di atas rerata pergerakan 50 hari (moving average 50/MA 50) di kisaran Rp 14.220/US$.
Level tersebut bisa menjadi kunci pergerakan rupiah di pekan ini.
Selain itu indikator Stochastic pada grafik harian bergerak turun dan semakin mendekati wilayah jenuh jual (oversold).

Stochastic merupakan leading indicator, atau indikator yang mengawali pergerakan harga. Ketika Stochastic mencapai wilayah overbought (di atas 80) atau oversold (di bawah 20), maka harga suatu instrumen berpeluang berbalik arah.

Ketika USD/IDR mencapai oversold, maka kemungkinan akan berbalik naik, artinya risiko pelemahan rupiah semakin besar.
Seperti disebutkan sebelumnya, area MA 50 bisa menjadi kunci pergerakan. Jika tertahan di atasnya rupiah berisiko melemah ke Rp 14.300/US$ hingga Rp 14.310/US$ yang merupakan MA 100. Rupiah akan semakin terpuruk di pekan ini jika resisten selanjutnya di Rp 14.330/US$ yang merupakan MA 200 juga dijebol.

Sementara itu jika kembali ke bawah MA 50 rupiah berpeluang menguat ke Rp 14.180/US$. Penembusan di bawah level tersebut akan membuka peluang ke Rp 14.100 di pekan ini.