Cerita Akhir Pekan: Manfaat Menjadi Relawan secara Psikologi

 

Ilustrasi relawan

Liputan6.com, Jakarta - Salah satu karakteristik yang membedakan manusia dengan hewan lain di planet ini adalah kesediaan mereka untuk membantu orang lain. Bahkan jika harus mengorbankan kepentingan kesejahteraan diri sendiri. Ribuan orang di seluruh dunia menjadi relawan dengan merelakan waktu dan energi mereka untuk tujuan membantu orang lain.

"Menjadi relawan menjadi semakin penting saat ini. Dengan meningkatnya konflik di berbagai belahan dunia, seperti perang atau pandemi Covid-19, orang-orang yang kurang mampu, yang hidup di bawah kemampuan mereka dan orang-orang yang hanya membutuhkan uluran tangan ekstra, tindakan pelayanan relawan ini menjadi sangat penting," kata psikolog Lely Safrina kepada Liputan6.com, Sabtu, 4 Desember 2021.

Lely mengatakan, filsuf Yunani Aristoteles pernah berkata, apakah esensi kehidupan? Untuk melayani orang lain dan berbuat baik.

Senada dengan Aristoteles, lanjut Lely, tokoh psikologi Snyder mengemukakan ada lima hal yang memotivasi sesorang menjadi relawan. Pertama, nilai. Menjadi relawan untuk memenuhi nilai nilai pribadi atau masalah kemanusiaan. Bagi sebagian orang ini bisa memiliki komponen agama.

"Kedua, kepedulian terhadap masyarakat. Menjadi suka relawan untuk membantu komunitas tertentu, seperti lingkungan atau kelompok etnis, di mana mereka merasa terikat," ujar mahasiswi program doktoral di Groningen University, Belanda.

Ketiga, peningkatan harga diri. Menjadi relawan untuk merasa lebih baik (diri Anda) atau melarikan diri dari tekanan lain. Keempat, pemahaman. Menjadi relawan untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik tentang orang lain, budaya atau tempat.

"Kelima, pengembangan pribadi. Menjadi suka relawan untuk menantang diri sendiri, bertemu orang baru dan mencari teman baru, atau memajukan karier Anda," tutur Lely.

Manfaat

Ilustrasi relawan, COVID-19. (Photo by Vladimir Fedotov on Unsplash)

Dengan menjadi relawan, orang dapat memperoleh keterampilan dan pengalaman baru, serta menjalin hubungan profesional. Selain itu, menjadi suka relawan menambah rasa kebersamaan. "Kesatuan semacam ini akan membuat perasaan nyaman dan aman itu," ujar Lely.

Hal senada diungkapkan psikolog Lita Gading. Menurut Lita, banyak manfaat menjadi relawan, selain faktor soal kemanusiaan dalam pencapaian kualitas hidupnya, mereka juga dapat mengambil maanfaat akan memperluas jaringan.

"Menjadi relawan juga membangun rasa percaya diri,melatih kepekaan dan rasa simpati dan empati terhadap sesama. Manfaat lain menjadi relawan adalah ungkapan emosi positif (katarsis) dalam mengikis rasa cemas, amarah, dan stres agar bisa mengurangi beban pikiran dalam pemulihan jiwanya," papar Lita, Sabtu, 4 Desember 2021.

Di samping itu, manfaat menjadi relawan dapat memberi keterampilan fisik, motorik, dan membangun jiwa kepemimpinan dalam bekerja sama. "Menjadi relawan juga bisa mendapat kepuasan diri dalam pencapaian kebahagiaan," terang Lita.

Dengan menjadi relawan, seseorang juga dapat berinteraksi dan saling memahami kondisi yang sedang terjadi. Hal itu sangat positif, tak hanya bagi korban tapi juga bagi relawan.

"Interaksi itu dapat membuat seseorang semakin empati dengan korban yang sedang terkena musibah. Dari interaksi itu dapat terjadi saling memahami, sudut pandang baru, proses belajar," kata psikolog Rini Hapsari Santosa.

Bukan Beban

Ilustrasi relawan (dok.pexel)

Namun, di sisi lain kondisi yang ada juga bisa melelahkan secara psikolog bagi relawan sehingga menimbulkan trauma sekunder. Artinya, apa yang orang lama membuatnya relawan menjadi ikut trauma.

"Contohnya, kita tidak tahu relawan itu karakteristiknya seperti apa, ada yang sudah berpengalaman, ada yang belum. Mereka yang belum berpengalaman bisa saja sangat semangat," kata Rini.

Saat di lokasi bencana ia sendirian, tidak ada mentor yang mendampingi. Begitu ia melihat kondisi langsung, ia bisa syok juga. Karena kondisi bencana bukan sesuatu yang enteng, ada kematian, kerusakan, orang sakit, yang bisa membuatnya trauma.

Oleh karena itu, kata Lely, niat baik saja tidak cukup, relawan juga harus bisa mendengarkan dan sabar. Terimalah bahwa kita tidak selalu mengerti mengapa "sesuatu seperti adanya".

Sesuatu bisa lebih kompleks dari yang kita pikirkan, misalnya menjadi relawan internasional. Kita tidak dapat berasumsi bahwa apa yang kita pikirkan sebagai solusi yang mudah akan tetapi ditanggapi dengan skeptis.

"Oleh karena itu, kita perlu meneliti peran kita sebagai relawan, memahami dan mendengarkan, serta belajar terus. Kita perlu realistik terhadap kemampuan dan peran yang kita lakukan untuk menjadi relawan," kata Lely.

"Menjadi seorang relawan bukanlah paksaan, melainkan dilakukan dengan sukarela. Prioritaskan kebahagiaan diri Anda agar kegiatan volunteering menjadi pengalaman yang tak terlupakan dan tak menjadi beban," imbuh Lita.

6 Komunitas Relawan untuk Asah Rasa Berbagi







lptn6