Masa Depan Mata Uang Digital di Tangan Presidensi G20 Indonesia

 

Delegasi Negara G20 menghadiri Finance and Central Bank Deputies Meeting (FCBD) di Bali (dok: Bank Indonesia)

Liputan6.com, Jakarta Presidensi G20 Indonesia ternyata menjadi banyak penentu berbagai kebijakan dunia, salah satunya mengenai masa depan dan kepastian adanya Central Bank Digital Currency (CBDC).

Deputi Gubernur Bank Indoensia Dody Budi Waluyo mengatakan, dalam Finance and Central Bank Deputies (FCBD) Meeting, berbagai negara sepakat bakal menentukan bagaimana konsep mata uang digital Bank Sentral akan dilahirkan.

Seperti diketahui, Bank Sentral sejumlah negara tengah berlomba-lomba dalam mengembangkan CBDC. Pengembangan CBDC ini dilatarbelakangi semakin masifnya penggunaan digital currency di dunia.

"Mata uang digital itu kalau diterbitkan oleh privat, risikonya akan sulit untuk mencatat liquiditasnya, oleh karena itu CBDC ini sangat penting. Untuk itu, di FCBD ini semua negara sepakat untuk mengangkatnya," kata Dody di Bali, Jumat (10/12/2021).

Diakui Dody, saat ini belum ada Bank Sentral yang bisa dijadikan acuan dalam pembentukan CBDC ini. Semuanya masih sekedar konsep dan belum tau secara konkret teknologi apa yang digunakan, dan bagaimana implementasinya terhadap kebijakan moneter di masing-masing negara.

"Makanya, dalam Presidensi G20 Indonesia ini akan menghasilkan langkah maju, akan kita tentukan desainnya seperti apa hingga platform apa yang akan digunakan," tegas Dody.

Secara garis besar, Dody memaparkan, negara-negara yang tengah mengembangkan CBDC cenderung lebih memilih teknologi yang reltif mudah dan minim risiko. Tidak hanya itu, pon penting lainnya, CBDC diharapkan bisa diintegrasikan secara cross border oleh masing-masing Bank Sentral.

6 Agenda Prioritas Presidensi G20 Indonesia di Sektor Keuangan

Sebagai Presidensi G20, Indonesia mulai menggelar berbagai pertemuan tingkat tinggi di Bali (dok: Ilyas)

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, Indonesia memiliki agenda prioritas yang menjadi fokus dalam Presidensi G20 tahun 2022. Hal itu disampaikan dalam pertemuan Pertama Tingkat Deputi Keuangan dan Bank Sentral (Finance Track) di Bali, Kamis (9/12/2021).

“Kepresidenan 20 memiliki enam agenda prioritas penting, yaitu terkait Exit Strategy to Support Recovery untuk mendukung pemulihan, mengatasi, dalam rangka mengamankan pertumbuhan masa depan,” kata Sri mulyani.

Agenda kedua, Addressing Scarring Effect to Secure Future Growth, yakni mengatasi dampak berkepanjangan (scarring effect) krisis dengan meningkatkan produktivitas dan pertumbuhan jangka panjang, memperhatikan ketenagakerjaan, rumah tangga, sektor korporasi, dan sektor keuangan.

Ketiga, Payment System in Digital Era, yakni standar pembayaran lintas batas negara  (CBP), serta prinsip-prinsip pengembangan CBDC (General Principles for Developing CBDC).

“Sistem pembayaran di era digital, Keuangan berkelanjutan, Keuangan inklusif, digital dan kecil/menengah dan enterprise dan perpajakan internasional. Semua prioritas ini sangat erat kaitannya dengan apa yang ingin kita bangun bersama untuk pulih lebih kuat,” tegas Menkeu.

Keempat, sustainable Finance, yaitu membahas risiko iklim dan risiko transisi menuju ekonomi rendah karbon, dan sustainable finance (keuangan berkelanjutan) dari sudut pandang makro ekonomi dan stabilitas keuangan.

Kelima, digital Financial Inclusion, yakni memanfaatkan open banking untuk mendorong produktivitas dan mendukung ekonomi dan keuangan inklusif  bagi underserved community yaitu wanita, pemuda, dan UMKM, termasuk aspek lintas batas.

“Teknologi digital jelas sangat penting dan itulah mengapa Gubernur Indonesia Perry berusaha untuk mendorong inklusi keuangan. Kami ingin mendapatkan hasil yang nyata dan substantif dari pertemuan G20 ini,” ujarnya.

Agenda keenam, International Taxation, yakni membahas perpajakan internasional, utamanya terkait dengan implementasi Framework bersama OECD/G20 mengenai strategi perencanaan pajak yang disebut Base Erosion and Profit Shifting (BEPS).

lptn6