Sejarah Istanbul, Byzantium, dan Konstantinopel: Kota di Dua Benua


Turki menyimpan segudang sejarah kedigdayaan berbagai bangsa di masa lalu.
Di Istanbul, misalnya, banyak bangunan dan peninggalan masa lalu yang masih bisa dinikmati sampai saat ini. Inilah salah satu alasan mengapa banyak wisatawan dari penjuru dunia mengunjungi kota tersebut.

Selain itu, Istanbul juga menjadi satu-satunya kota di dunia yang terletak di dua benua, yaitu Asia dan Eropa.
Bagi kalian yang bermimpi mengunjungi Istanbul, tentu akan lebih baik jika dibekali dengan sejarah kota itu.

Era Romawi
John Freely dalam bukunya Istanbul: The Imperial City (1998) mencatat, kota ini mulanya dikenal sebagai Byzantium.


Melansir Britannica, masa pemerintahan Justinian (527-565 M) menjadi puncak kejayaan Konstantinopel.

Karena itu, populasi penduduk di awal pemerintahannya mencapai sekitar 500.000 orang.
Namun, kebakaran besar melanda kota itu pada 532 M serta banyaknya pemberontakan mengakibatkan penduduknya terbunuh dalam jumlah besar.

Pembangunan kembali Konstantinopel memberi Justinian kesempat untuk terlibat langsung dalam proyek megah yang peninggalannya masih bisa dilihat hingga kini.
Di masa ini juga, Hagia Sophia dibangun dengan arsitektur yang menakjubkan.

Hagia Sophia atau Aya Sofya adalah sebuah tempat ibadah di Istanbul yang dibangun pada tahun 537 M sampai 1453 M. Bangunan ini merupakan Katedral Ortodoks. 
Pada tahun 542 M, kota Konstantinopel dilanda wabah yang disebut telah membunuh tiga dari setiap lima penduduk.

Tak hanya Konstatinopel, tetapi Kekaisaran Romawi secara umum juga ikut terdampat dengan proses pemulihan yang sangat lambat hingga abad ke-9.

Selama periode ini, kota tersebut diserang oleh Persia dan Avar (626 M), Arab (674-678 M dan 717-718 M), Bulgar (813 M dan 913 M), Rusia (860 M, 941, M, dan 1043 M), dan Pecheneg (1090-1091 M).

Namun, semuanya gagal menaklukan Konstantinopel.
Dalam abad-abad selanjutnya, kota itu menjadi saksi bisu pertarungan politik dan perebutan kekuasaan dari berbagai pihak hingga akhirnya dikuasai oleh Turki Utsmani.

Era Turki Utsmani
Percobaan pertama Turki Utsmani untuk menguasai Konstatinopel berlangsung pada 1422 M oleh Sultan Murad II, tetap upaya itu gagal.


Tiga puluh tahun kemudian, Sultan Mehmed II melanjutkan upaya itu dengan memblokade Selat Bosporus yang dimulai pada April 1453 M.
Turki tidak hanya memiliki keunggulan jumlah pasukan yang luar biasa tetapi juga meriam yang menembus tembok kuno.
Serangan pamungkas dilakukan pada 29 Mei 1453 dan menewaskan pemimpin terakhir Byzantium Constantine XI.

Mehmed II kemudian memindahkan populasi dari daerah taklukakan lainnya, seperti Peloponnese, Salonika, dan pulau-pulau di Yunani.
Sekitar 1480 M, populasi Istanbul meningkat menjadi antara 60.000 dan 70.000 orang.

Hagia Sophia dan gereja-gereja Bizantium lainnya diubah menjadi masjid. Meski demikian, Patriarkat Yunani dipertahankan, tetapi dipindahkan ke Gereja Pammakaristos, kemudian berpindah di kawasan Fener.

Setelah Mehmed II, Istanbul mengalami periode pertumbuhan damai yang panjang, hanya terganggu oleh bencana alam, seperti gempa bumi, kebakaran, dan wabah.
Periode paling cemerlang dari konstruksi Turki Utsmani bertepatan dengan pemerintahan Suleyman (1520-1566 M).

Perubahan besar berikutnya dalam sejarah Istanbul terjadi pada awal abad ke-19, ketika mendekati kehancuran Kekaisaran Ottoman.
Periode ini dikenal sebagai era reformasi internal (Tanzimat) yang disertai sejumlah gangguan serius.

Di masa Sultan Mahmud II, westernisasi Istanbul dimulai dengan begitu cepat. Ini ditandai dengan arus pengunjung Eropa yang terus meningkat sejak 1830-an.

Pada 1839, Sultan Abdulmecid I mengeluarkan piagam yang menjamin semua rakyatnya, apa pun agama, keamanan hidup, dan kekayaan mereka.
Bagian akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20 ditandai dengan pengenalan berbagai layanan publik, seperti jalur kereta api pada awal 1870-an.

Era modern
Pada kuartal pertama abad ke-20 terjadi berbagai gangguan yang menandai runtuhnya era Turki Utsmani dan lahirnya Turki modern.


Sepanjang Perang Dunia I, kota ini berada di bawah blokade. Setelah berakhirnya Gencatan Senjata (1918), Istanbul berada di bawah pendudukan Inggris, Perancis, dan Italia yang berlangsung hingga 1923.

Dengan kemenangan kaum Nasionalis di bawah Mustafa Kemal Ataturk, kesultanan Turki Utsmani dihapuskan. Sultan terakhirnya, Mehmed VI melarikan diri dari Istanbul.

Pada tanggal 29 Oktober 1923 Republik Turki diproklamasikan.
Setelah Perang Dunia II, populasi Istanbul meningkat secara dramatis karena migrasi penduduk desa ke kota untuk mencari pekerjaan.