BI soal Ekonomi Global: Sedang Mengalami Krisis Parah!

 

Foto: Edi Wahyono

Jakarta, Bank Indonesia (BI) menyatakan saat ini dunia sedang mengalami krisis parah. Pandemi COVID-19 yang belum usai ditambah perang antara Rusia dan Ukraina membuat tekanan ekonomi semakin tinggi hingga menyebabkan harga komoditas global meningkat tajam.

Deputi Gubernur Senior BI Destry Damayanti mengatakan harga komoditas global termasuk bahan bakar dan makanan bisa lebih tinggi lagi. Hal itu dapat memicu tekanan inflasi secara global.

"Saat ini kita (sedang) mengalami krisis yang sangat parah. Hal ini memperburuk gangguan pada rantai perdagangan dunia dan meningkatkan ketidakpastian di pasar keuangan global," kata Destry dalam side event G20 bertajuk 'Strengthening Economic Recovery Amidst Heightened Uncertainty', Jumat (22/4/2022).

Salah satu tantangan berasal dari normalisasi kebijakan moneter The Fed dan beberapa bank sentral lainnya yang menaikkan suku bunga acuan sebagai respons dari tekanan inflasi. Hal itu merupakan dampak dari invasi Rusia ke Ukraina hingga sanksi dari negara barat.

Peningkatan ketidakpastian di pasar keuangan global akan mengakibatkan terbatasnya aliran modal ke negara-negara emerging market seiring dengan meningkatnya risiko capital reverse ke aset-aset safe haven. Hal ini berpotensi memberikan tekanan lebih ke negara-negara berkembang, termasuk Indonesia.

"Namun kita sangat beruntung, jika kita melihat dampak langsung Rusia dan Ukraina ke Indonesia, sebenarnya terbatas. Bahkan dalam batas tertentu Indonesia mendapatkan keuntungan," lanjutnya.

Keuntungan yang dimaksud adalah kinerja ekspor berhasil menembus rekor tertinggi sepanjang sejarah. Nilai ekspor pada Maret 2022 tercatat mencapai US$ 26,50 miliar atau meningkat 29,42% (mtm) dan 44,36% (yoy). Pada saat yang bersamaan, nilai impor pada Maret 2022 mencapai US$ 21,97 miliar dengan pertumbuhan 32,02% (mtm) atau 30,85% (yoy).

"Kita dapat melihat bahwa pemulihan secara menyeluruh di sisi pengeluaran dan juga di sisi produksi, bahkan di tingkat regional sedang terjadi," imbuhnya.

Terlepas dari itu, konflik Rusia dan Ukraina harus tetap diperhatikan agar jangan sampai berkepanjangan.

"Jika konflik Rusia dengan Ukraina berkepanjangan, saya pikir kita juga harus sangat diperhatikan terutama dengan normalisasi di AS. Hal itu tentu saja memberikan beberapa talenta yang kompleks bagi perekonomian kita, terutama bagi kita sebagai regulator dan sebagai pembuat kebijakan ekonomi makro," tutup Destry.


DTK