Devisa Ludes, Sri Lanka Gagal Bayar Seluruh Utang Luar Negeri Senilai 732 Triliun
Sri Lanka yang sedang dilanda krisis gagal membayar utang luar negerinya senilai 51 miliar dollar AS atau Rp 732 triliun pada Selasa (12/4/2022).
Pemerintah menyebut hal itu sebagai "jalan terakhir" setelah kehabisan devisa untuk mengimpor barang-barang yang sangat dibutuhkan.
Dilansir Gulf News, negara kepulauan itu bergulat dengan kemerosotan ekonomi terburuknya sejak kemerdekaan, dengan pemadaman listrik yang teratur dan kekurangan makanan dan bahan bakar yang akut.
Kementerian keuangan Sri Lanka mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa kreditur, termasuk pemerintah asing, bebas untuk memanfaatkan pembayaran bunga yang jatuh tempo kepada mereka mulai Selasa atau memilih pengembalian dalam rupee Sri Lanka.
"Pemerintah mengambil tindakan darurat hanya sebagai upaya terakhir untuk mencegah memburuknya posisi keuangan republik lebih lanjut," kata pernyataan itu.
Obligasi dollar Sri Lanka yang jatuh tempo Juli 2022 turun 1,8 sen terhadap dollar pada Selasa ke rekor terendah baru 46,07 sen. Sementara Rupiah melemah 0,5 persen.
Pasar saham negara ditutup minggu ini untuk hari libur umum setelah perdagangan untuk jam yang dipersingkat karena pemadaman listrik harian.
Cadangan devisa Sri Lanka merosot 16 persen menjadi 1,94 miliar dollar AS bulan lalu.
Pemerintah akan melakukan pembayaran bunga 36 juta dollar AS pada obligasi dolar 2023 pada 18 April, serta 42,2 juta dollar AS pada catatan 2028, yang diambil dari data yang dikumpulkan Bloomberg. Sementara obligasi negara senilai 1 miliar dollar AS akan jatuh tempo pada 25 Juli.
Krisis itu sendiri telah menyebabkan kesengsaraan yang meluas bagi 22 juta orang Sri Lanka dan menyebabkan protes anti-pemerintah selama berminggu-minggu.
Lembaga pemeringkat internasional telah menurunkan peringkat Sri Lanka tahun lalu, secara efektif menghalangi negara tersebut mengakses pasar modal asing untuk meningkatkan pinjaman yang sangat dibutuhkan untuk membiayai impor.
Sri Lanka telah meminta keringanan utang dari India dan China, tetapi kedua negara malah menawarkan lebih banyak jalur kredit untuk membeli komoditas dari mereka.
Posting Komentar