Jokowi Setop Ekspor Minyak Goreng dan CPO, Ini Dampak Berantai yang Bakal Terjadi


Sejumlah dampak negatif diperkirakan harus ditanggung pemerintah setelah kebijakan pelarangan ekspor minyak goreng dan crude palm oil (CPO) berlaku 28 April 2022 mendatang. 

Pengamat kebijakan publik Agus Pambagio mengatakan komoditas hasil tanaman sawit bakal mengalami kelebihan pasokan atau oversupply di dalam negeri, bahkan hingga mencapai 60 persen. 

“Sehingga, perusahaan-perusahaan besar pengolahan sawit dan minyak goreng akan mulai mengurangi produksi karena kapasitas tanki penimbunan CPO penuh dan terbatas,” ujar Agus kepada Bisnis, Sabtu (23/4/2022).

Pengurangan produksi ini juga akan menimbulkan masalah baru. Agus mengatakan petani sawit terancam kehilangan penghasilan karena hasil panen tidak ada yang menyerap lantaran pabrik pengolahan menghentikan produksi.

Pendapatan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit  (BPDPKS) juga kosong karena tidak ada pungutan ekspor yang ditarik, akibatnya program biodiesel juga terhenti dan pasokan solar Pertamina langsung berkurang 30 persen. 

“Kelangkaan solar tambah parah, kecuali Pertamina harus impor solar 30 persen lebih banyak,” ujarnya.

Kebijakan larangan ekspor ini juga bakal berdampak pada kinerja ekspor pada bulan Mei 2022. Hal ini karena devisa dari ekspor sawit dan turunannya nol, sehingga neraca perdagangan langsung defisit. 

Sebelumnya, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bima Yudhistira menjelaskan menjelaskan selama Maret 2022, nilai ekspor CPO mencapai US$3 miliar. 

“Sehingga jika diasumsikan pelarangan ekspor berlaku satu bulan penuh, estimasi pada Mei 2022 negara bakal kehilangan devisa sebesar US$3 miliar. Ini, kata dia setara 12 persen total ekspor non migas,” ungkap Bhima kepada Bisnis.

Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan, pertumbuhan ekspor Indonesia pada Maret 2022 meningkat menjadi US$26,50 miliar atau 44,36 persen (year-on-year/yoy) dari 34,14 persen yoy pada bulan sebelumnya. Pertumbuhan ekspor terjadi baik pada komponen migas yakni sebesar 54,8 persen yoy maupun non-migas 43,82 persen yoy. 

Agus mengatakan seharusnya pemerintah seharusnya bertindak dengan memberantas suap dan korupsi di rantai industri sawit dan penerimanya. Selain itu, kecerdasan para pembantu Presiden Jokowi juga diperlukan untuk menangani krisis minyak goreng saat ini. 

“Seharusnya berantas suap dan korupsi di rangkaian industri sawit dan penerimanya. Jangan mau membunuh tikus tapi lumbungnya yang dibakar,” pungkasnya.

bisnis