Amit-amit Resesi Terjadi, Investasi Apa yang Tetap Cuan?

Foto: Infografis/ Resesi/ Edward Ricardo

Jakarta, Konon berbagai dunia tengah diramalkan akan mengalami resesi, namun apakah sebenarnya resesi tersebut? Secara umum, resesi terjadi ketika ekonomi tumbuh negatif dua kuartal beruntun.

Pada tahun 2020 lalu dunia mengalami resesi akibat pandemi Covid-19, yang membuat aktivitas dan mobilitas miliaran umat manusia terganggu. Tanpa aktivitas dan mobilitas manusia, roda ekonomi pun 'macet'. Meskipun dunia sedang di ambang resesi kedua dalam dua tahun terakhir, Indonesia diperkirakan tidak terdampak parah seperti yang terjadi pada 1998 ataupun 2020.

"Dampak kepada perekonomian Indonesia pada resesi global diperkirakan tidak separah 2020 ataupun 1998 seiring dengan kondisi ekonomi riil yang masih relatif stabil sejauh ini," ujar Josua Pardede, Ekonom Bank Permata.

Seandainya resesi (amit-amit) terjadi, dampak apa yang akan dirasakan oleh masyarakat? Ekspor Indonesia akan terguncang karena pasar dunia yang lesu. Ekspor sendiri berkontribusi sebesar 23% terhadap pertumbuhan ekonomi di kuartal I-2022. Kemerosotan ekspor akibat resesi dunia tentunya akan memangkas PDB Indonesia. Apalagi saat terjadi resesi, menjual aset di harga terbaik akan sulit. Sebab daya beli masyarakat sedang lesu saat itu.

Kemudian jika melihat kondisi saat ini, resesi dipicu oleh kenaikan suku bunga bank sentral yang agresif. Sehingga bisa mengerek suku bunga kredit yang membuat utang menjadi lebih mahal. Di sisi lain bunga deposito pun bisa naik yang membuat investasi di bank lebih menguntungkan dibandingkan investasi di aset risiko yang akan terpukul. Jadi, daya beli masyarakat akan terpukul karena pendapatan yang berkurang, ini berisiko meningkatkan angka kemiskinan.

Analis memberikan saran divestasi investasi melihat dunia menuju resesi. Menghadapi ancaman resesi, Anthony Watson, founder dan presiden Thrive Retirement Specialist di Michigan sebagaimana dikutip menyarankan melakukan divestasi investasi.

Menurutnya, dalam kondisi resesi, value stock atau saham-saham yang dinilai memiliki harga terlalu rendah ketimbang kinerja keuangannya, akan lebih menguntungkan ketimbang growth stock. "Value stock cenderung unggul ketimbang growth stock ketika memasuki resesi," kata Watson sebagaimana dilansir CNBC International, dikutip Jumat (15/7/2022).

Selain itu, ia juga menyarankan untuk mempertimbangkan aset investasi masuk ke obligasi, sebab selain lebih aman ketimbang saham, imbal hasil (yield) yang ditawarkan kini cukup tinggi.

Kenaikan suku bunga yang dilakukan bank sentral membuat yield obligasi cenderung akan menanjak. Hal ini tentunya memberikan keuntungan, apalagi obligasi merupakan aset yang lebih aman ketimbang saham.

Selain obligasi, emas yang secara tradisional menjadi aset lindung nilai terhadap inflasi juga bisa menjadi pilihan investasi. Awal Maret lalu emas sempat melesat ke US$ 2.069/troy ons dan nyaris memecahkan rekor tertinggi sepanjang masa.

Namun setelahnya justru melempem dan kini diperdagangkan di dekat US$ 1.800/troy ons. Seandainya dunia mengalami resesi, apalagi jika kebijakan bank sentral gagal menurunkan inflasi dengan cepat, maka emas punya potensi kembali melesat.

Ketiga jenis investasi di atas adalah moderat. Namun, tidak menutup kemungkinan untuk berinvestasi di aset risiko seperti saham.

Ketika terjadi resesi, saham-saham yang memiliki fundamental baik bisa jadi pilihan. Melihat fundamental perusahaan bisa dari kinerja keuangannya, bisnisnya, pengelolaan risiko saat terjadi krisis oleh manajemennya, hingga ketahanan perusahaan tersebut dalam menghadapi berbagai krisis.

Selain itu, bisa juga investasi di Reksa Dana. Reksa Dana bisa dibilang sebagai investasi 'palugada' alias 'apa lu mau gue ada'. Sebab reksa dana menawarkan berbagai instrumen investasi dari yang berisiko rendah hingga tinggi dan dari instrumen yang cocok untuk jangka menengah hingga jangka panjang.

Ada reksa dana pasar uang yang memiliki risiko minim dan cocok untuk investasi di bawah 1 tahun. Kemudian, reksa dana pendapatan tetap atau obligasi yang cocok untuk investasi 1-3 tahun. Reksa dana campuran yang cocok buat yang suka risiko sedang. Reksa dana ini bisa diinvestasikan untuk 3-5 tahun. Jika ingin lebih berisiko, bisa pilih reksa dana saham yang cocok untuk investasi jangka panjang atau di atas 5 tahun.


Sumber