3 Penyebab Milenial Rentan Depresi

© Disediakan oleh Kumparan

Gejala depresi di kalangan generasi milenial dilaporkan meningkat dengan pesat. Mengutip Healthline, survei yang dilakukan oleh Blue Cross Blue Shield Association (BCBSA) tahun 2017 pada 55 juta orang milenial di AS menunjukkan bahwa depresi menempati peringkat pertama dari 10 masalah kesehatan yang rentan dialami milenial. Tak hanya di AS, data perbandingan dari berbagai negara pun menunjukkan bahwa milenial menjadi kelompok yang paling banyak mengalami gangguan perilaku. Mengapa demikian?

1. Membandingkan kehidupan dengan dunia maya
Milenial (mereka yang lahir antara 1981-1996) sering disebut sebagai anxious generation. Mereka adalah generasi yang pertama tumbuh dengan akses internet dan media sosial yang melimpah. Jessica Singh, pakar kesehatan mental dari Pusat Konseling Transendensi, LLC di Florida mengatakan jika milenial adalah generasi yang pertama kali (secara tidak sadar) dibombardir oleh detail tentang kehidupan pribadi dan profesional orang lain.

Ini membuat mereka mau tidak mau membandingkan situasi dan pencapaian mereka dengan orang lain, yang dapat membuat mereka merasa tidak aman dan tidak berhasil. Akibatnya, generasi milenial merasakan tekanan untuk selalu terlihat dan bertindak seolah-olah mereka memiliki semuanya. Ini dapat dengan mudah mengakibatkan penurunan harga diri, kecemasan, atau depresi.

2. Faktor ekonomi
Beberapa ahli lain mengatakan jika permasalahan ekonomi seperti utang dan masalah ekonomi lain sebagai faktor risiko potensial dalam tingginya tingkat depresi bagi milenial. Kondisi keuangan yang tidak seindah harapan, mahalnya biaya sewa rumah, dan budaya “tinggal klik” saat belanja online membuat milenial harus lebih cermat mengatur keuangan, termasuk juga saat memutuskan untuk menggunakan jasa pinjaman online.

3. Beban pekerjaan lebih tinggi
Milenial juga merasa bahwa pekerjaan mereka memiliki peran besar dalam kesehatan mental mereka secara keseluruhan. Karena jam kerja yang lebih lama dan upah yang stagnan, generasi milenial mengalami kelelahan yang lebih tinggi daripada generasi lainnya. Banyak dari mereka bahkan berhenti dari pekerjaan mereka karena alasan kesehatan mental.

Apa gejalanya jika kita memang mengalami depresi?
Ada beberapa tanda yang mungkin kita alami, di antaranya:
  • perubahan pola tidur (tidur terganggu atau tidur terlalu sering/lama)
  • perubahan pola makan (makan terlalu banyak atau terlalu sedikit)
  • perubahan kinerja di sekolah atau tempat kerja
  • peningkatan isolasi/menyendiri
  • perubahan suasana hati seperti sering sedih dan mudah marah
  • kehilangan minat atau kesenangan pada hal-hal yang pernah dinikmati
  • kelelahan
  • gelisah
  • sulit konsentrasi/fokus

Apa yang harus dilakukan?
Kabar baiknya, ada satu kelebihan generasi milenial terkait kesehatan mental, yaitu kesadaran yang cukup tinggi akan kondisi yang dialami dan kemauan untuk mencari pengobatan.
Ketika mereka merasa tak ada orang terdekat yang bisa menolong mereka, milenial lebih mudah mencari psikolog daripada generasi sebelumnya.

Jadi, jika kita mengalami gejala depresi, ini adalah hal yang bisa dilakukan:
  1. Hindari mengisolasi diri. Bicarakan dengan teman dan keluarga yang kita percaya.
  2. Lakukan lagi aktivitas yang dulu kita sukai, misalnya membaca buku, menonton film, jalan-jalan ke mall, ngobrol dengan teman, nongkrong di kafe, dsb. 
  3. Meningkatkan spritualitas, seperti memperbanyak ibadah atau bergabung dengan komunitas keagamaan.
  4. Memperbaiki kualitas tidur, nutrisi, dan kesehatan fisik.
  5. Carilah bantuan profesional atau layanan kesehatan mental

Terakhir, lakukan semua usaha di atas dengan sabar. Gejala depresi datang seiring waktu dan butuh waktu pula untuk sembuh.