Ekonomi Indonesia Hari Ini: Bukan Stagflasi, Apalagi Resesi

 

Foto: Infografis/ Resesi/ Edward Ricardo

Jakarta, Ekonomi Indonesia dipastikan tidak terjerumus ke jurang resesi maupun stagflasi. Pada kuartal II-2022, pertumbuhan ekonomi nasional bahkan diperkirakan mencapai 5,07% (year on year (yoy).

Demikianlah riset dari Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat - Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia yang diterima CNBC Indonesia, Kamis (4/8/2022).

Teuku Riefky, Ekonom LPEM FEB UI menjelaskan situasi dunia kini memang diambang ketidakpastian yang tinggi. Pandemi covid-19 yang belum usai, gangguan rantai pasok dan ditambah perang Rusia - Ukraina telah memperparah situasi.

Lonjakan harga komoditas pangan dan energi menyebabkan inflasi tinggi pada banyak negara dunia. Sementara itu negara maju mengambil langkah pengetatan moneter, seperti Amerika Serikat (AS) sehingga likuiditas menipis dan muncul gejolak di pasar keuangan.

Tidak sedikit negara yang kemudian mengambil langkah serupa demi mengamankan nilai tukar mata uang. Hasilnya adalah penurunan ekonomi yang signifikan.

"Berbagai negara di penjuru dunia menunjukkan perkembangan ekonomi dan inflasi yang menunjukkan indikasi semakin kuat bahwa risiko stagflasi semakin dekat. Dalam rangka meredam dampak terhadap daya beli masyarakat, semakin banyak bank sentral yang menerapkan pengetatan moneter belakangan ini," jelasnya dalam konferensi pers.

"Namun, masih belum terlalu jelas apakah langkah pengetatan ini akan menghasilkan dampak yang diinginkan, yaitu meredam laju inflasi, atau justru menimbulkan dampak yang berlebihan dengan memicu terjadinya resesi," papar Riefky.

Indonesia cukup beruntung. Suramnya perekonomian global tidak dialami oleh Indonesia. Ada tekanan yang dirasakan memang, namun sejauh ini bisa diredam oleh pemerintah, Bank Indonesia (BI) dan regulator lainnya.

"Walaupun tekanan inflasi terus memuncak, indikator perekonomian terkini pada sektor riil mengindikasikan bahwa aktivitas konsumsi dan produksi masih cukup kuat," ujarnya.

LPEM FEB UI melihat faktor pendorong utama dari pemulihan ekonomi adalah lonjakan harga komoditas internasional.

"Windfall dari peningkatan harga komoditas dan relatif absennya mismatch antara permintaan dan penawaran memungkinkan pemerintah Indonesia untuk memperluas stimulus fiskal dalam rangka menunda peningkatan inflasi di dalam negeri," terangnya.

"Oleh sebab itu, tekanan inflasi yang relatif terjaga dibandingkan negara lain dan tumbuhnya aktivitas ekonomi mendorong kecilnya probabilitas terjadinya stagflasi di Indonesia, setidaknya dalam waktu dekat. Namun, kondisi ini sebaiknya tidak disalahartikan sebagai pertanda bahwa kondisi ekonomi sedang terkendali."


Sumber